Welcome to My Scratch Wall, Stalker..
Save your heart, stop stalking my journal!
Don't ever say I haven't warn you before.

Januari 26, 2012

Surat Cinta untuk Seorang Pria Beruban

#30HariMenulisSuratCinta

Surat cinta kali ini kupersembahkan untuk seorang pria tua beruban di Cibinong sana. Serdadu yang masih gagah di usia senjanya. Pakdeku tercinta.

Untuk Suranto Soekarso,

Dear pakde, hari ini uban – uban di kepala seseorang membuat aku mengingatmu, sehingga aku menulis surat cinta ini untukmu. apa kabar denganmu? apa kabar dengan uban – ubanmu? semoga uban – uban di kepalamu hanya bersikukuh menambah pasukannya di sana, tapi tidak di jiwamu.

Sudah lama sepertinya kita tidak bertemu, mungkin terakhir sewaktu kita jadi 'badut' pesta di pernikahan putri bungsumu yang batu itu. hehe.. Ya, ketika itu, aku dan engkau , kita menjadi 'korban'  keganasan istri dan anakmu dan didandani macam 'badut' dan dipajang seharian di resepsi pernikahan sepupuku meski dengan kemampuan tersenyum dan menyapa tamu  yang seadanya. Ah, kalau kulihat lagi foto-foto yang diambil di hari itu, rasanya aku ingin tertawa sekeras-kerasnya karena yang tampak disana duo pakde-keponakan with their dramatically face. LOL

Dalam kesempatan beberapa kali menelepon dan berkirim pesan singkat, yang menyiratkan dirimu yang sedang merindukan saat – saat bersama istri dan anak – anakmu (ketika mereka masih kecil pastinya) Karena, kau lihat saja, anak-anakmu sekarang setelah besar tak ada imut-imutnya sama sekali. hih. hehehe. Dan saat ini mereka bertiga sudah memiliki hidup masing-masing dan berpisah denganmu.

Pesan singkat yang kau tuliskan saat berdesak – desakan dalam bus kota SENEN-CIBINONG di perjalanan pulang bersama istrimu (yang juga budeku) dari rumah adikmu itu. Ketika  aku membaca pesan tersebut, aku berandai-andai jika aku menjadi seorang Ayah, bagaimana kelak aku harus merelakan banyak waktu dihabiskan untuk menyelesaikan lembar – lembar pekerjaan, bagaimana kelak aku harus menahan keinginan bercengkerama dengan istri dan anak – anakku demi kelangsungan hidup yang layak bagi mereka. Dan ketika selesai menghidupi mereka semua sehingga mandiri, aku ditinggal begitu saja, kesepian, dan sedikit menyesali tak sempat menikmati waktu yang panjang bersama putra-putri kecilku.

Mungkin, seperti dirimu,  aku akan sampai di depan rumah ketika lampu halaman sudah dipejamkan, istriku tengah tertidur di depan televisi yang masih menyala dan anak – anakku tengah larut dalam mimpinya. dengan langkah perlahan, aku akan masuk ke dalam rumah dengan mengenakan senyum, berjaga – jaga kalau salah satu dari mereka tiba – tiba terjaga.

Begitulah kukira seorang laki – laki kelak akan menjalani rutinitas tersebut. Seorang laki – laki yang kelak dipanggil ayah, ayah yang kadang payah melawan kerinduan bercengkerama dengan keluarganya, ayah yang terus menerus menagih janjinya untuk melunaskan hidup yang layak bagi keluarganya. Aku mempelajari hal tersebut dari ayahku dan banyak ayah yang kukenal, dan salah satu dari ayah tersebut adalah seorang Suranto Bin Dulah Karso.

Untuk seorang ayah yang kebetulan pakdeku sendiri.













Your sweet nephew, Love,
Ham

Note:
Terima kasih mbak ijo sudah menantang saya menulis sesuatu tentang pakde ku tercinta *kecuph

Tidak ada komentar:

Posting Komentar