Welcome to My Scratch Wall, Stalker..
Save your heart, stop stalking my journal!
Don't ever say I haven't warn you before.

Januari 26, 2012

Es Krim Magnum Chocolate Truffle

Hujan sore itu, pelukanmu seperti baju hangat yang sempit melekat digigil tubuhku, sehingga aku senantiasa berharap hujan tak pernah sampai pada penghabisan atau semakin menderas agar pelukanmu terasa semakin panas. Sesekali kucuri wajahmu yang basah lewat kaca spion hanya untuk memastikan kau masih wanita yang sama, wanita yang cintanya adalah detik yang menghidupkan detakku, dan aku senantiasa menjadi detak yang hidup untuk detiknya. Kau mulai bercerita tentang keinginanmu untuk membeli es krim Magnum Chocolate Truffle, es krim yang dilapisi Belgian Chocolate yang begitu dibicarakan banyak orang secara berlebihan sebagai satu strategi pemasaran saja.

Maka aku mengarahkan laju sepeda motor ke arah Mini Market di simpang jalan menuju rumahmu, Mini Market yang berkali-kali kita lewati saat aku mengantarkanmu pada sejenak perpisahan hanya untuk kembali kurindukan. Ya, Mini Market itu berada pada jalan menuju rumahmu, jalan yang akan menjadi sungai kenangan yang akan sesekali meluap saat rindu mengecupkan hujan.

Aku segera masuk ke dalam dan membeli sebuah es krim saja, sebab hanya itu yang mampu terbeli dari isi dompetku saat itu. Aku membeli kebahagiaanku sendiri lewat kesenanganmu. Sementara itu kau menunggu di depan, dan aku segera memberikan es krim tersebut seraya berkata:
“Laki-laki hanya makan es krim ketika sedang bersedih, dan aku sedang teramat bahagia sekarang bersamamu. Jadi, aku tak perlu membeli dua buah es krim, bukan?”
“Lalu, berapa banyak es krim yang akan kau habiskan jika kehilangan aku?” katamu.
“Aku takkan pernah kehilanganmu. Sebab, aku tak ingin menghabiskan uang dan hidupku hanya untuk membeli dan memakan es krim setiap saat.”

Kemudian kau melekatkan lagi baju hangat itu, kali ini lebih sempit, ketat, dan lebih hangat dari sebelumnya.
“Makanlah, sebelum es krim itu mencair,” kataku.
Lalu, kau segera membuka kemasannya dan sejenak memandang batang cokelat tersebut.
“kau tahu mengapa aku sangat suka es krim ini?”
Aku hanya menggelengkan kepala.
“Sebab ia dingin dan manis, seperti hatimu.”
Aku tersenyum mendengarnya, kemudian berkata.
“Makanlah perlahan, sebab es krim yang dingin itu hanya ingin mencair lewat bibirmu.”
Kemudian, kau dan aku tertawa.



Kau menggigit es krim itu perlahan, begitu menikmatinya seperti aku juga yang menikmati suatu kebahagiaan pada setiap gigitan yang membahagiakanmu.
“Cobalah es krim ini,” katamu.
“Aku? aku sedang begitu bahagia hari ini.”
“kau harus belajar memakan es krim meski tidak dalam kesedihan. Sebab, kau tidak akan pernah berada dalam kesedihan ketika aku selalu bersamamu, bukan? dan aku takkan pernah sekalipun meninggalkanmu.”
“Baiklah, aku menyerah.”




Lalu,aku menggigit es krim tersebut, merasakan lapisan cokelat yang disebut memiliki rasa mewah, rasa yang tidak akan pernah sebanding dengan mewahnya rasa senyum yang paling senyum dari bibirmu sore itu, sore di mana aku terakhir kali melihatmu. Sore itu, kau pergi lewat sebuah kecelakaan yang paling kusesalkan, sebab Tuhan seperti hendak menyiksaku dengan kesendirian…

Sekarang, setiap hari aku harus menyisakan selembar uang Rp 10.000,- untuk membeli kesedihan itu, kesedihan yang harus kunikmati sendirian, kesedihan pada es krim kesukaanmu yang takkan pernah habis kujilati. Dan Mini Market ini sekarang berubah menjadi sebuah Tugu kenangan, tempat aku habiskan waktu mengenang senyummu di batang cokelat itu, senyum yang tak pernah kulihat lagi sejak 3 tahun yang lalu.







Thanks for visiting.


Kenangan bukan hal yang tabu untuk dinikmati. Kesedihan sesekali patut dirayakan. Mungkin kesedihan itu serupa warna kuning keemasan pada buih bir, atau kepak sayap kunang-kunang yang mencari kegelapan.
Saya persembahkan cerpen ini untuk seorang yang setiap hari merayakan kenangan dan kesedihannya dengan membeli sepotong ice cream magnum chocholate truffle dan sekaleng bintang untuk saya. Enjoy bro..


Love,
ham

5 komentar:

  1. gak ahh, entar ikut2an bokek kaya lu..

    BalasHapus
  2. hih, eik mah gak bokek. eik cuma menanti kekayaan eik yang tertunda *sigh*

    BalasHapus
  3. Ema Arliana RachmawatiFebruari 04, 2012

    yang ini kelewat. kakaaaaaaaaaaaaak kenapa sih endingnya seperti ini semuaaa??? #ambiltissue

    BalasHapus