Jangan menangis, sayang.. Ini bukan kegagalan yang pertama, bukan?
Jangan sedih, sayang.. Ini hanya rindu yang tak berbalas
Jangan takut, sayang.. Ini hanya aku, dengan segala cinta palsu yang terlalu kamu percaya
Sudah kubilang, cerita kita terlalu murah untuk sekedar dijadikan judul puisi
Biarpun kamu eja dengan cantik, “aku mencintaimu”, di sini aku hanya bisa melanjutkannya “…dengan segala kepalsuan air mataku”
Aku fikir kamu paham, aku sangka kamu mengerti bagaimana caranya bercanda
Sudah, sayang.. hapus air matamu, bergabunglah denganku menertawai coretan Tuhan kali ini
Kasihku terlalu sempit untuk kamu jadikan alas kaki kebahagiaan yang terlalu kamu agungkan; cinta
Cinta katamu. Nafsu ejaku.
Masihkah kurang malam-malam yang telah kita perkosa atas nama ‘cinta’?
Masihkah kurang dengungan rindu yang berpelukan telanjang di dalam kamar hatimu?
Apa aku harus telanjang di depanmu kali ini? biar tembus kamu lihat, di hati ku memang tidak pernah ada nama mu
Tidak, sayang..aku tidak akan pernah melupakan hangatnya jemarimu yang telah menyentuh tiap inci kenangan kita
Jangan khawatir, mungkin kamu tidak pernah singgah di hatiku, tapi aku masih bisa menyembunyikan namamu di sudut memori kelamku
Sudahlah…sana pulang, aku bukan rumahmu
Bukan jemariku yang pantas untuk mengisi rongga di jemarimu
Sana, pergi, buang aku dari hatimu, cintamu kalah telak dengan egoku
Sana, jatuhlah di hati wanita yang bisa tersenyum menangkap segala ceritamu
Bukan aku. Jangan jatuh di sini, jangan berhenti di namaku
Nanti datang lagi, saat bisa menggandeng tanganku tanpa perlu menumbuhkan harapan konyol berjudul “tua bersama”
Jika belum bisa, lebih baik biarkan cerita kita bergandengan tangan dengan kenangan. Lalu nama kita tertinggal di jelaga kemunafikan.
Sana pulang!
August 2012
Ham.
Welcome to My Scratch Wall, Stalker..
Save your heart, stop stalking my journal!
Don't ever say I haven't warn you before.
Agustus 31, 2012
Agustus 30, 2012
Pada Akhirnya..
Akhirnya segala yang pernah aku dan kamu takutkan terjadi juga
Seperti dipaksa memutar jarum jam ke arah berlawanan
Kembali pada kala kita belum saling berbagi rasa, saat tawa tiada arti apa-apa, ketika tangis bukan akhir segala
Berpura-pura saling tak mengenal, berperang tanpa pedang, berlomba menang atas kekalahan yang kita sendiri ciptakan
Lalu mulailah kita mencobai Tuhan
Mengukuh-buktikan apakah ungkapan “jodoh tiada ke mana” benar adanya
Kita salah
Aku dan kamu tetap berlari, namun kini kian menjauh, berlawan arah
Aku dan kamu masih berjalan, hanya kini tak lagi bersisian
Aku dan kamu terpaksa merangkak, mencoba samarkan luka yang kian mengerak
Setelah tak ada lagi kita, tetaplah temukan bahagia
Sekalipun bukan lagi aku dan kamu sebagai porosnya
Love, ham
Agustus 16, 2012
Kepergian dan Perempuan Yang Terlelap Dalam Penantian
Apa saja yang sedang kaulihat di atas sana?
Entah seberapa dalam kita saling melukai suatu malam
Sampai kutemukan kau meninggalkanku terlelap dengan sekawanan kupu-kupu:
Kehilangan yang terbang memenuhi dada dan perutku.
Meski begitu mulai kunikmati pagi-pagi timbul tenggelam dalam perasaan
Yang kita muntahkan setengah sadar
Sebab mungkin memang tak ada yang perlu disesali
dari sebuah kepergian
(Kuingat kita pernah membayangkan membebaskan diri
dalam sebuah pendakian
dan tersadar kata-kata tajam akan menjadikannya
perjalanan yang berbahaya)
Maka aku akan berhenti bergantung pada sayapmu sejenak— kubiarkan kau kembali menjadi elang
yang bebas terbang.
Tapi kautahu ke mana dapat pulang jika perjalanan
menjadi terlalu sepi untukmu
Seorang perempuan tengah terlelap
dengan sekawanan kupu-kupu yang kautinggalkan,
Dan membuatnya menunggu.
Love,
ham
Agustus 08, 2012
Selebihnya, sunyi..
Dinding kamar tak pernah sedingin ini
Bisik detak jarum jam semakin menggema di tiap detiknya
Sarang laba-laba, ruam jelaga
Dan beberapa gambar, bertebaran mengundang kenangan
“Maafkan khilafku, memberikan cinta yang terlalu besar padamu,” gumamku lesu
Selarik napas panjang, tertahan dalam-dalam, tak mau biarkan diafragma lengang
Biar penuh, biar sesak, biar pecah!
“Setelah habis tangis ini, Tuhan… Ajar aku kembali merelakan. Lalu dengan remah kekuatan, izinkan aku mencinta dengan bijaksana, seperti belum pernah kau dan aku ciptakan sebelumnya.”
Pekik kehilangan
Sempat memekak
Semakin lindap
Selebihnya, sunyi abadi
Sebuah hati, sekali lagi mati
Love, ham
Bisik detak jarum jam semakin menggema di tiap detiknya
Sarang laba-laba, ruam jelaga
Dan beberapa gambar, bertebaran mengundang kenangan
“Maafkan khilafku, memberikan cinta yang terlalu besar padamu,” gumamku lesu
Selarik napas panjang, tertahan dalam-dalam, tak mau biarkan diafragma lengang
Biar penuh, biar sesak, biar pecah!
“Setelah habis tangis ini, Tuhan… Ajar aku kembali merelakan. Lalu dengan remah kekuatan, izinkan aku mencinta dengan bijaksana, seperti belum pernah kau dan aku ciptakan sebelumnya.”
Pekik kehilangan
Sempat memekak
Semakin lindap
Selebihnya, sunyi abadi
Sebuah hati, sekali lagi mati
Love, ham
Agustus 04, 2012
Jengah
Seperti kehampaan yang sengaja tak dibiarkan penuh
Seperti kekosongan yang menakdirkan diri setia pada yang tak terisi
Seperti hidup yang menunggu mati
Terima saja kenyataan: kita tak pernah bertemu di satu titik nadir
Mengucap sumpah senyawa-sejiwa, sembari tak henti bersitegang tentang apa saja
Abaikan lelah mencinta atas dasar ingin tetap bersama
Kita lupa, bahwa hati pun punya masa
Dan kata ‘selamanya’, tak pernah benar-benar selamanya
Selebihnya,
Aku,
Kamu...
Hanyalah kesia-siaan yang terbiasa saling melukai
Hingga rasa ini memilih mati.
Love, ham
Seperti kekosongan yang menakdirkan diri setia pada yang tak terisi
Seperti hidup yang menunggu mati
Terima saja kenyataan: kita tak pernah bertemu di satu titik nadir
Mengucap sumpah senyawa-sejiwa, sembari tak henti bersitegang tentang apa saja
Abaikan lelah mencinta atas dasar ingin tetap bersama
Kita lupa, bahwa hati pun punya masa
Dan kata ‘selamanya’, tak pernah benar-benar selamanya
Selebihnya,
Aku,
Kamu...
Hanyalah kesia-siaan yang terbiasa saling melukai
Hingga rasa ini memilih mati.
Love, ham
Langganan:
Postingan (Atom)