Welcome to My Scratch Wall, Stalker..
Save your heart, stop stalking my journal!
Don't ever say I haven't warn you before.

Agustus 31, 2012

Jangan Aku!

Jangan menangis, sayang.. Ini bukan kegagalan yang pertama, bukan?

Jangan sedih, sayang.. Ini hanya rindu yang tak berbalas

Jangan takut, sayang.. Ini hanya aku, dengan segala cinta palsu yang terlalu kamu percaya

Sudah kubilang, cerita kita terlalu murah untuk sekedar dijadikan judul puisi

Biarpun kamu eja dengan cantik, “aku mencintaimu”, di sini aku hanya bisa melanjutkannya “…dengan segala kepalsuan air mataku”

Aku fikir kamu paham, aku sangka kamu mengerti bagaimana caranya bercanda

Sudah, sayang.. hapus air matamu, bergabunglah denganku menertawai coretan Tuhan kali ini

Kasihku terlalu sempit untuk kamu jadikan alas kaki kebahagiaan yang terlalu kamu agungkan; cinta

Cinta katamu. Nafsu ejaku.

Masihkah kurang malam-malam yang telah kita perkosa atas nama ‘cinta’?

Masihkah kurang dengungan rindu yang berpelukan telanjang di dalam kamar hatimu?

Apa aku harus telanjang di depanmu kali ini? biar tembus kamu lihat, di hati ku memang tidak pernah ada nama mu

Tidak, sayang..aku tidak akan pernah melupakan hangatnya jemarimu yang telah menyentuh tiap inci kenangan kita

Jangan khawatir, mungkin kamu tidak pernah singgah di hatiku, tapi aku masih bisa menyembunyikan namamu di sudut memori kelamku


Sudahlah…sana pulang, aku bukan rumahmu

Bukan jemariku yang pantas untuk mengisi rongga di jemarimu

Sana, pergi, buang aku dari hatimu, cintamu kalah telak dengan egoku

Sana, jatuhlah di hati wanita yang bisa tersenyum menangkap segala ceritamu

Bukan aku. Jangan jatuh di sini, jangan berhenti di namaku

Nanti datang lagi, saat bisa menggandeng tanganku tanpa perlu menumbuhkan harapan konyol berjudul “tua bersama”





Jika belum bisa, lebih baik biarkan cerita kita bergandengan tangan dengan kenangan. Lalu nama kita tertinggal di jelaga kemunafikan.

Sana pulang!

August 2012
Ham.

Agustus 30, 2012

Pada Akhirnya..


Akhirnya segala yang pernah aku dan kamu takutkan terjadi juga

Seperti dipaksa memutar jarum jam ke arah berlawanan

Kembali pada kala kita belum saling berbagi rasa, saat tawa tiada arti apa-apa, ketika tangis bukan akhir segala

Berpura-pura saling tak mengenal, berperang tanpa pedang, berlomba menang atas kekalahan yang kita sendiri ciptakan

Lalu mulailah kita mencobai Tuhan

Mengukuh-buktikan apakah ungkapan “jodoh tiada ke mana” benar adanya

Kita salah

Aku dan kamu tetap berlari, namun kini kian menjauh, berlawan arah

Aku dan kamu masih berjalan, hanya kini tak lagi bersisian

Aku dan kamu terpaksa merangkak, mencoba samarkan luka yang kian mengerak

Setelah tak ada lagi kita, tetaplah temukan bahagia

Sekalipun bukan lagi aku dan kamu sebagai porosnya

























Love, ham

Agustus 16, 2012

Kepergian dan Perempuan Yang Terlelap Dalam Penantian


Apa saja yang sedang kaulihat di atas sana?

Entah seberapa dalam kita saling melukai suatu malam
Sampai kutemukan kau meninggalkanku terlelap dengan sekawanan kupu-kupu:

Kehilangan yang terbang memenuhi dada dan perutku.

Meski begitu mulai kunikmati pagi-pagi timbul tenggelam dalam perasaan
Yang kita muntahkan setengah sadar
Sebab mungkin memang tak ada yang perlu disesali
dari sebuah kepergian

(Kuingat kita pernah membayangkan membebaskan diri
dalam sebuah pendakian
dan tersadar kata-kata tajam akan menjadikannya
perjalanan yang berbahaya)

Maka aku akan berhenti bergantung pada sayapmu sejenak— kubiarkan kau kembali menjadi elang
yang bebas terbang.
Tapi kautahu ke mana dapat pulang jika perjalanan
menjadi terlalu sepi untukmu

Seorang perempuan tengah terlelap
dengan sekawanan kupu-kupu yang kautinggalkan,
Dan membuatnya menunggu.



Love,
ham

Agustus 08, 2012

Selebihnya, sunyi..

Dinding kamar tak pernah sedingin ini
Bisik detak jarum jam semakin menggema di tiap detiknya
Sarang laba-laba, ruam jelaga
Dan beberapa gambar, bertebaran mengundang kenangan

“Maafkan khilafku, memberikan cinta yang terlalu besar padamu,” gumamku lesu

Selarik napas panjang, tertahan dalam-dalam, tak mau biarkan diafragma lengang
Biar penuh, biar sesak, biar pecah!

“Setelah habis tangis ini, Tuhan… Ajar aku kembali merelakan. Lalu dengan remah kekuatan, izinkan aku mencinta dengan bijaksana, seperti belum pernah kau dan aku ciptakan sebelumnya.”

Pekik kehilangan
Sempat memekak
Semakin lindap
Selebihnya, sunyi abadi
Sebuah hati, sekali lagi mati
















Love, ham

Agustus 04, 2012

Jengah

Seperti kehampaan yang sengaja tak dibiarkan penuh

Seperti kekosongan yang menakdirkan diri setia pada yang tak terisi


Seperti hidup yang menunggu mati


Terima saja kenyataan: kita tak pernah bertemu di satu titik nadir


Mengucap sumpah senyawa-sejiwa, sembari tak henti bersitegang tentang apa saja


Abaikan lelah mencinta atas dasar ingin tetap bersama


Kita lupa, bahwa hati pun punya masa


Dan kata ‘selamanya’, tak pernah benar-benar selamanya


Selebihnya,


Aku,


Kamu...


Hanyalah kesia-siaan yang terbiasa saling melukai


Hingga rasa ini memilih mati.


Love, ham